Hukum Prinsip-prinsip Akuntansi Dalam Tinjauan Syariah
Pertanyaan:
Assalamualaykum warahmatullahi wabarakaatuh,
Saya seorang dosen dan praktisi akuntansi. Saya sangat ingin membahas detil-detil akuntansi dengan Ustadz M. Arifin Badri. Beberapa pertanyaan berikut ini mungkin bisa jadi pembuka diskusi.
Dalam akuntansi, ada beberapa konsep/prinsip yang telah diterima secara umum, seperti depresiasi (penyusutan), pengakuan pendapatan secara akrual (tidak menunggu kas masuk), dll.
1. Depresiasi (penyusutan)
Ketika perusahaan membeli aset yang dapat dipakai selama lebih dari satu tahun (misal 5 tahun), maka perhitungan laba rugi untuk tahun tesebut hanya memperhitungkan 1/5 dari harga perolehan aset sebagai biaya (pengurang laba). Padahal uang yang dikeluarkan adalah lebih besar dari yang dihitung sebagai biaya.
2. Pengakuan pendapatan akrual.
Dalam akuntansi, pendapatan langsung diakui ketika usaha untuk mendapatkan pendapatan tesebut telah selesai dilakukan, tanpa menunggu uang kas pembayaran dari klien diterima. Misal kita telah menyelesaikan pesanan klien dan barang telah diserahkan. Maka perhitungan laba tahun ini telah memasukkan jumlah penjualan dari pesanan tsb, tanpa menunggu kas pembayaran dari klien diterima.
Mohon ustadz menjelaskan bagaimana hukumnya prinsip-prinsip tersebut? Apakah diperbolehkan atau tidak?
Ujung dari kedua pertanyaan ini adalah mengenai penunaian mudhorobah antara mudharib (pengelola) dan shahibul maal (pemodal). Apakah laporan akuntansi dapat digunakan sebagai dasar bagi hasil antara keduanya?
Wassalamualaykum warahmatullahi wabarakaatuh,
(Abu Abbas, Beta Andri A. Uliansyah)
***
Jawaban ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri:
Wa’alaikumussalam
Alhamdulillah, shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Barakallahu fikum, senang sekali dapat bertukar informasi dan pengalaman dengan bapak Beta Andri, semoga saya bisa menimba banyak ilmu darinya.
1. Pertimbangan penyusutan nilai suatu aset atau prediksi lain yang serupa boleh digunakan sebatas dalam hal-hal yang bersifat prediksi rencana atau yang serupa, namun bila digunakan untuk hal-hal yang bersifat tindakan, semisal pembagian hasil, atau kerugian, maka tidak dibenarkan. Bagi hasil atau kerugian harus berdasarkan nilai riil yang berlaku pada waktu pengambilan suatu sikap (bagi hasil/rugi). Sehingga keuntungan yang diberikan atau kerugian yang dbebankan benar-benar nyata dan bukan sekedar asumsi. Saya yakin antum semua mengetahui bahwa nilai riil suatu aset fluktuatif, bisa jadi nilai jual setelah 5 tahun lebih mahal dari nilai belinya pada 5 tahun silam, atau berbeda dengan prediksi penyusutan nilai yang dibuat 1/5 tiap tahunnya.
2. Pengakuan pendapatan akrual yang hanya berdasarkan selesainya suatu penjualan atau pemenuhan order dibenarkan dalam islam, karena dengan selesainya kewajiban berarti pengusaha sepenuhnya telah berhak mendapatkan pembayarann. Sehingga secara sah nilai pembayaran walau belum dibayarkan sudah dapat dianggap sebagai pendapatan yang sah.
Mohon maaf atas kekurangan.
Wassalamu’alaikum
Artikel bersumber dari tanya jawab milis PM-FATWA: http://groups.yahoo.com/group/pm-fatwa/
Artikel www.PengusahaMuslim.com